Senin, 25 Agustus 2014

sesederhana itu....

aku pernah menyukaimu secara sesederhana itu,

seperti embun pagi yang merelakan butirannya hilang disapa matahari;
seperti aku yang tersenyum kala pertama namaku terasa hangat keluar dari mulutmu.

aku pernah merasakan hangatmu secara sesederhana itu,
seperti matahari yang mulai meninggi,
seperti perasaan nyaman layaknya dipangku ibu atau sekedar bermandi busa ketika lenganmu melingkari lenganku agar kau terasa aman.

aku pernah terbawa percakapan diantara denting waktu secara sesederhana itu,
seperti suara hujan di sore hari, seperti senja yang selalu kita harap tak pernah habis,
seperti ketika kepala kita bersentuhan dan memulai pembicaraan tentang apa yang terjadi.
aku pernah tersenyum secara sesederhana itu,
seperti guratan ibu ketika anak lelakinya pulang dari rantau,
seperti aku yang mendapati pesan disana kamu rindu.

aku pernah tertawa terbahak secara sesederhana itu,
seperti murid taman bacaan yang tergelak di atas tumpukan buku,
seperti hidungmu yang memerah karena jemariku meninggalkan tanda berisikan kenangan terpatri di sudut kepala.

aku pernah menginginkanmu secara sesederhana itu,
seperti aliran keringat ayah demi mewujudkan mimpi sepeda anak laki-lakinya,
seperti tanganku yang terangkat, jauh sebelum tangan kita menjabat; berdoa untuk sosok seperti kamu.

aku pernah merindukan secara sesederhana itu,
seperti mata-mata ayu penari Bali menunggu pertunjukkan pada malam sakral,
seperti tirai kamar yang terus bergoyang karena mataku begitu awas menunggumu kembali pulang.

aku mencintaimu secara sesederhana itu, sayang..
seperti anak bocah yang berlari mengejar kertas melayang,
seperti dalang membersihkan debu di sela wayang,

aku menyayangimu sesederhana itu, cinta..
seperti para penyair menggores tinta,
seperti syahdu pendongeng mengarang cerita.


jika tulisan ini terdengar sederhana,
mungkin bukan kamu orang yang ku tuju,
atau rasa itu belum menghinggapi relung terdalam kalbu.
karena hanya cinta,
yang sanggup membuat hal sederhana,
tampak bermakna.
:)

Selasa, 19 Agustus 2014

mesti ada yang nemenin (budaya)

bebeerapa banyak event yang kalian lewatkan karena nggak ada temen yang bisa nemenin? Seberapa sering kalian membatalkan sebuah liburan hanya karena partner liburan kalian nggak jadi berangkat? Berapa banyak kesempatan apply suatu lomba / beasiswa/panggilan interview kerja terlewatkan hanya karena temen kalian nggak ada yang ikutan juga?

contohnya aja seperti saya beberapa waktu lalu gelewatin interview panggilan kerja karena temen gak ada yang nemenin, pacarnya gak nemenin dam ? GW SINGLE NYET !!
ya karena mental selalu bareng temen, dan apa2 harus ada yg nemenin yaa jadi gitu ck

Back to the topic, budaya-musti-ada-yang-nemenin ini menurut saya merugikan banget sih ya. Banyak anak yang jadi kurang gentle dan manja gara-gara budaya ini. Akhirnya, banyak kesempatan yang mereka lewatkan hanya karena nggak ada yang nemenin.

Selasa, 12 Agustus 2014

sepotong ingatan bernama kamu

Kita tidak pernah benar-benar jatuh cinta. Hadirmu adalah sekelebat kagum yang sialnya tidak bisa sirna dalam hitungan hari. Pertemuan kita terjadi beberapa tahun lalu. Saat itu aku dan kamu berteduh di pinggir jalan menunggu hujan reda. Tidak ada debar spesial, percakapan hanya bergulir seputar hal-hal kesukaan.

Gerimis menuntun kita untuk berpindah tempat. Sebuah kafe kecil menjadi saksi percakapan pertama kita yang dibungkus hujan deras dan langit gelap. Senyumku memuai di balik remang. Tawamu melebur diiringi ombak dengan debur bertabur. Tak ada harapan setelah hari itu. Tak ada janji ingin bertemu lagi. Kita hanyalah dua orang asing yang dipertemukan oleh situasi. Aku yang berteduh karena hujan lebat dan kamu pun begitu. sejak hari itu itu aku melupakanmu. Dan sialnya kamu tidak begitu.

selang sehari mengiringi kepulanganku.  usai saat kau anggap pertemuan kita adalah awal. Kau tunggu aku di kafe tempat kita berbagi canda kemarin. Aku tertegun heran. Tapi buatmu ternyata tak ada yang terlalu pagi untuk menunggu. Kita bertukar senyum. Aku memendam kagum. Kamu memberi sepotong kata ‘selamat tinggal’, aku membalasnya dengan ‘sampai bertemu lagi’.

Minggu, 10 Agustus 2014

tentang ultras dan mundurnya sepak bola italia



“Dari Italia, kau hanya akan mendengar kabar jelek belaka,”

Dalam sepakbola ucapan itu benar adanya. Selama satu dekade terakhir, sepakbola Italia tak henti-henti menelurkan drama, tragedi, skandal yang membuat orang muak. Dari mulai calciopoli, kekerasan suporter, skandal pemain amatir dan presiden klub, hingga ejekan bernada rasisme yang menggaung di berbagai stadion kerap mewarnai Serie-A tiap musimnya.

Terjerembab dan berkutat dengan permasalahan, prestasi klub mereka di tingkat Eropa pun semakin menurun. Rataan penonton berkurang drastis dan bintang-bintang enggan kembali berdatangan. Lantas, zaman keemasan pada dekade 1980-19990an, saat mereka didapuk sebagai liga terbaik, hanyalah kenangan basi masa lampau. ya termasuk tim favorit gw AC Milan yg mengalami kemunduran baca : mundurnya prestasi AC Milan


Di Eropa, peringkat koefisien UEFA negara ini pun sudah terpelanting ke posisi empat, tertinggal jauh dari Liga Inggris, Liga Jerman, apalagi Liga Spanyol. Bahkan, Liga Portugal –liga yang hanya menyumbang nama Porto, Benfica dan Sporting Lisbon sebagai klub yang akrab di telinga—pun sudah mulai menyalip. Posisi Italia kini terancam didepak dari empat besar.

Berada di jantung semua permasalahan ini, yang tak henti-hentinya mengalirkan racun ke seluruh tubuh sepakbola, ada kelompok bernama ultras.

coba kita tengok saja aksi rasisme yang tak kunjung henti. Kasus terakhir menimpa pesepakbola dari klub AC Milan, Nigel De Jong. Kasus ini memang tak seheboh Dani Alves di Spanyol, tapi ini karena karena rasisme jadi makanan sehari-hari di Italia, sehingga tak banyak orang yang mau repot-repot mengurusnya.

Musim ini, tercatat hampir seluruh klub-klub besar yang dijatuhi denda akibat chant-chant bernada rasisme dan menyerang. Baik AC Milan, Inter Milan, Juventus, AS Roma, maupun Lazio sempat dihukum oleh FIGC.

Badan otoritas tertinggi sepakbola Italia itu juga sempat memberlakukan aturan akan menutup stadion jika yel-yel diskriminatif dan rasisme tetap terjadi. Namun, bukannya jera, kelompok ultras ini malah bersatu. Mereka melupakan perbedaan antar kelompok untuk melawan FIGC dengan cara akan menyanyikan yel-yel rasis. Tujuannya agar stadion di seluruh pelosok negara ditutup.

Seolah takut, ancaman ini membuat FIGC menunda penerapan aturan penutupan stadion tersebut.
Itu hanya satu cerita. Dari sekian banyak aksi di tahun ini, ancaman ultras Napoli pada final Coppa Italialah yang paling mencoreng citra sepakbola Italia. “Di Italia, sepakbola telah lama menjadi zona bebas tanpa hukum. Di dalam stadion, penjahat dan preman memiliki yurisdiksi penuh atas siapapun, (maklum italia terkenal dengan mafia nya yg sudah menyerang sampai ke sepak bola)

Tak percaya? Coba tengok saja rekaman dan berita-berita tentang laga final Coppa Italia Fiorentina menghadapi Napoli. Sang Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi, pun mesti takluk di tangan Ultras Napoli.

Kala itu, simpang siur isu tewasnya seorang pendukung Napoli akibat tembakan polisi membuat ultras Napoli mengamuk di stadion. Jelang kick off, mereka melempari lapangan dengan flare dan bom asap yang sempat melukai seorang petugas pemadam kebakaran.

Para ultras ini pun membuat ulah dengan bersiul mencemooh saat lagu kebangsaan Italia dinyanyikan. Akibatnya, laga sempat tertunda setengah jam.

Negosiasi alot antara pihak keamanan, panpel pertandingan, klub, dan ultras tak menemui titik temu karena ultras Napoli tetap keukeuh meminta pertandingan untuk ditunda. Setelah dilobi dan diberi pemahaman bahwa korban penembakan terselamatkan dan dalam penanganan medis, barulah ultras memberi lampu hijau pertandingan untuk dilanjutkan.

Kita bahkan bisa melihat bagaimana kapten Marek Hamsik dan beberapa petinggi pejabat kepolisian beserta panpel pertandingan berjalan kaki mendatangi Curva Nord, tribun ultras Napoli ditempatkan di Stadion Olimpico. Mereka mengiba kepada ultras agar pertandingan diteruskan.

Padahal, dalam laga final itu, perdana menteri Italia hadir bersama beberapa pejabat tinggi lainnya seperti Menteri Dalam Negeri, Menteri Olah Raga, pimpinan Senat, ketua CONI dan FIGC (KONI dan PSSI-nya Italia), serta beberapa pejabat tinggi militer dan kepolisian. Bukankah orang-orang ini yang semestinya memberikan persetujuan tentang pertandingan dilanjutkan atau tidak? Sungguh ironis.

Adegan ini menjadi bukti kekuatan ultras yang tak bisa diremehkan. Menanggapi aksi ini, presiden FIGC, Giancarlo Abete, pun berujar, “sepakbola adalah korban dari berbagai kekuatan: ultras menggunakan stadion untuk menunjukkan kekuasan mereka. Ini adalah fakta, bahwa peran ultras di dalam stadion tidak dapat diterima lagi.”

Di Antara Sunyinya Tribun
Marco Di Domizio seorang pengajar di University of Teramo dalam jurnal ilmiahnya berjudul “Hooliganism and Demand for Football in Italy: Attendance and Counter-Violence Policy Evaluation” memaparkan penyebab tren penurunan jumlah penonton di stadion. Menurutnyaa,  80% disebabkan dari perilaku yang dilakukan kelompok Ultras.

Grafik di atas didapat dalam jurnal Marco Di Domizio yang mendata jumlah rataan penonton seria A dan serie B dari tahun 1962-2012. Terlihat bahwa jumlah rataan penoton mengalami penurunan saat kekerasan fans sedang meningkat.

Penurunan drastis pertama terjadi saat tewasnya pendukung Lazio akibat tembakan kembang api dalam derbi Roma musim 1979/1980. Pada tahun yang sama, skandal perjudian dan pengaturan skor Totonero mulai terkuak dan menyeret puluhan pemain, pelatih, serta pemilik klub serie A dan serie B kejurang kenistaan.

Pada 1982 jumlah penonton sempat meningkat drastis karena Italia menjuarai Piala Dunia. Namun kekerasan sepakbola semakin tak terkendali. Ini dipengaruhi juga oleh lahirnya kelompok-kelompok ultras baru yang terinfiltrasi budaya hooligan dari Inggris. Akibatnya, jumlah penonton serie A semakin berkurang selama dekade 80-an.

Puncak kekesalan masyarakat terhadap kekerasan sepakbola terjadi pada tahun 1989 saat pemerintah Italia untuk pertama kalinya membuat undang-undang khusus mengatur tentang ultras.
Aturan itu ternyata cukup efektif. Jumlah rataan penonton kembali meningkat pada awal dekade 90-an. Prestasi AC Milan di kancah Eropa, dan masuknya pemain-pemain elite dunia ke Serie-A, turut mendorong peningkatan jumlah penonton itu.

Tapi, pada 1999, sepakbola Italia kembali terjerembab. Empat pendukung Salernitana tewas terbakar. Mereka terjebak dalam kereta yang di dalamnya sedang berlangsung kerusuhan suporter. Salah seorang ultras melemparkan flare ke dalam gerbong, yang kemudian memicu kebakaran yang menewaskan empat orang fans itu.

Pada tahun yang sama, fans Lazio membakar sebuah kereta saat mereka tiba di stasiun kota Florence. Lalu, di Stadion Salernitana, ada juga peristiwa tentang pelemparan bom yang sempat melukai asisten wasit. Selama musim 1998-99, tercatat 900 orang terluka akibat kerusuhan sepak bola, 75 orang ditangkap, dan sekitar 2.000 ultras teridentifikasi dan dilarang hadir di Stadion.

Tingginya angka kekerasan ini membuat Kementrian Dalam Negeri, Kemeterian Kebudayaan, dan Kepolisian membentuk  badan gabungan bernama Osservatorio Nazionale delle Manifestazioni Sportive. Tugas lembaga ini adalah untuk menangani kekerasan suporter sepakbola. Tapi, organisasi ini nyatanya gagal total.

Kabar Jelek yang Terus Ada
Titik terendah jumlah penikmat serie A terjadi pada tahun 2006/2007 saat rataan penonton di stadion hanya 18,756 orang/pertandingan– sebuah angka terburuk sepanjang 60 tahun terakhir. Selain malas datang ke stadion karena muak pada kasus calciopoli, kemuakkan masyarakat Italia akan ultras juga semakin mencuat setelah adanya kasus kerusuhan antara pendukung Catania dan Palermo.

Dalam keributan itu, lebih dari 100 bom rakitan dilemparkan oleh ultras ke arah polisi, melukai 200 orang dan membunuh seorang perwira polisi. Konflik ini diperparah setelah pada tahun 2008 seorang penggemar Lazio tewas ditembak oleh pihak keamanan. Ini memicu adanya kerusuhan menentang polisi.

Pada saat yang bersamaan, pemerintah Italia mulai memberlakukan aturan Decreto Pisanu yang salah satu butir isinya mewajibkan fans memiliki Tessera del Tifoso [semacam KTP untuk fans]. Ide ini muncul untuk mempermudah klasifikasi terhadap seluruh fan, memecah mereka jadi dua bagian: suporter biasa dan suporter berbahaya.

“Dengan struktur baru ini kita menggunakan sistem teknologi canggih yang bisa segera mengidentifikasi tindak-tanduk para pelaku kekerasan. Dan, kemudian, bisa ditangani dengan segera di dalam stadion,” ucap presiden CONI, Giovanni Malago.

Apa yang dilakukan pemerintah Italia jelas sebagai kulminasi dari tak berdayanya pemerintah selama puluhan tahun mengurangi kekerasan yang identik dengan ultras. Pola otoriter yang mereka lakukan seolah meniru apa yang diterapkan Margareth Thatcher ketika memberantas hooligans di Inggris.

Meski dibenci kalangan sepakbola, Thatcher memang sukses memberlakukan aturan tangan besinya di Inggris. Lantas Italia? Maka kegagalanlah yang didapat. Selama enam tahun terakhir, ultras tak pernah melewatkan kesempatan untuk protes dan menunjukkan kekecewaan mereka terhadap langkah-langkah represif yang dilakukan pihak keamanan. Mereka bersatu dan melupakan perbedaan untuk bersama-sama menantang polisi dan federasi. Tak heran, kini kerusuhan cenderung terjadi antara ultras dan polisi, ketimbang ultras menghadapi ultras lainnya.

Di sisi lain, jumlah penonton dari pendukung biasa terus menurun akibat pengurusan birokrasi Tessera del Tifoso yang ribet dan njlimet. Sifat Tessera del Tifoso yang memaksa orang untuk membongkar hal berbau privasi, sekadar untuk datang ke stadion, membuat mereka malas untuk mendaftarnya. begitulah ultras. Di negara asalnya, kini mereka dicap sebagai penjahat, perusak moral, dan penghancur tatanan sepakbola Italia. Sekelompok orang yang kadang hanya jadi pembawa kabar jelek belaka.

kalo menurut gw ya semua bagai 2 sisi mata koin dimana ada hal yg negatif maupun positif  dari ultras, dan dalam hal ini saya mengupas ultras dari sisi negatif,  apakah ada sisi positifnya dari ultras ? pasti ada dan lain kali bakal gw kupas dan tulis sembari nyari literaturnya.

dan gw selalu suka dengan hiruk pikuknya tentang sepak bola italia terutama tim favorit gw AC Milan. FORZA MILAN !!

Kamis, 07 Agustus 2014

tentang AC Milan dan pasangan hidup

kita sering kali gak memiliki kuasa untuk memilih klub kesayangan kita. Lagi pula, kita semua memang tidak bisa memilih jatuh cinta kepada siapa. Kalau memang cinta, ya cinta aja. begitu lah sekiranya jawaban yang mewakili kenapa gw "bisa" jatuh cinta dengan AC Milan.

belakangan ini atau tepatnya beberapa musim terakhir ini milan seperti hilang dari orbit nyamannya, AC Milan yang biasanya bersaing di eropa, merajai italia, eropa bahkan kejuaraan dunia. seolah tenggelam. ya "kata" manajemen mereka  sedang krisis financial yang melanda italia terkusus AC Milan. italia kini bukan tempatnya surga para pemain bintang dunia, liga italia serie a khususnya AC Milan mengalami kemunduran yang luar biasa di banding era 90 an sampe awal 2000an.

mundurnya financial maka sejalan juga mundurnya prestasi, bisa di lihat gak usah jauh2 beberapa musim yg lalu, tapi liat beberapa pertandingan milan di pra musim ini, bagaimana milan di permalukan tim sekelas olimpiakos 3-0, tim kaya baru manchester 5-1 dan the kop 2-0 (kemasukan 10 memasukan 1). ya walaupun tadi pagi milan akhirnya bisa pecah telor kemenangan melawan chivas klub dari meksiko dengan skor 3-0. di sini yg gw liat milan bukan keilangan prestasi, tapi kehilangan identitas, ya identitas sebagai tim family, the dream team.

ada teman bertanya begini ke gw "dam liat itu milan kena bantai terus apa lo gak mau pindah klub yg lo dukung ??

gw nanggepinnya cuma senyum, begitu dangkalnya gw kalo ninggalin milan yg "hanya" beberapa musim terakhir sedang mengalami kemunduran. gw udah lama menjadi seorang milanisti : baca asal mula gw jadi milanisti--> : karena ibu akhirnya gw jadi milanisti

separuh lebih dari hidup gw sampe gw umur 23 tahun ini di habisin dengan ngikutin perkembangan milan. bagi gw milan bukan cuma soal gw "ngefans" sama tim bola yang juara, bikin bangga, dan tim hebat, (gw bukan tipe fans bola glory hunter) lebih dari itu gw suka sama milan karena di situ ada ideologi yang hebat, sejarah tim sepak bola yg kuat, sistem kekeluargaan yg erat. ya milan bagi gw mempunyai  sesuatu yang hebat yang gak bisa di ungkapkan dengan kata-kata hanya bisa gw rasain dan (mungkin) milanisti yang lainnya juga dan gak bisa disamain dengan tim lainnya.

di ibaratkan pasangan hidup milan mungkin di lihat sebagian orang adalah tim yang biasa biasa aja, gak seperti barcelona yangg beberapa musim terkahir sukses dengan tiki takanya bersama pep guardiola, tim yg selalu mengumpulkan bintang-bintang dunia "los galacticos" real madrid, tim baru kaya macem PSG atau m.city. tetapi memilih milan sebagai tim kebanggan di ibaratkan seperti menemukan pasangan hidup (walau belum temu pasangan hidup sebenarnya), ya mencari pasangan hidup memerlukan cheimistery yg kuat, seperti gw menemukan cheimistery yang kuat dengan memilih milan sebagai tim yang bukan hanya kebanggan gw tetapi sebagai identitas gw,

memilih pasangan hidup adalah hal yang sangat tanpa kita duga duga tanpa sadar kita bisa menyukainya tapi kita selalu hati-hati dalam memilihnya. kata mereka yang "tua" memilih pasangan hidup harus mencari yang membuat nyaman, saling mendukung, saling menerima dan berjuang bersama. gak perlu cantik (seperti permainan tiki taka barca), gak perlu kaya (seperti P$G dan m.city), tidak perlu sempurna (seperti madrid dengan semua bintangnya), cantik, kaya hanya bonus dari jodoh yang kita dapatkan dari  Tuhan yang di berikan kepada kita.

sama seperti memilih tim sepakbola favorit kita, gak perlu mempunyai tim yang mempunyai triliunan dana transfer, tidak perlu mempunyai suporter yang selalu memuja muja tim yang sedang di atas kejayaan, tetapi memilih tim sepakbola sebagai ideologi dan kebanggan kita adalah dengan adanya cheimistery antara kita dan tim bola tersebut, tidak perlu kaya, tidak perlu selalu juara, tidak melulu mempunyai segalanya, karena juara, mempunyai dana yang hebat hanya bonus dari tim yg kita bela, seperti cantik dan kaya dalam menemukan pasangan hidup tadi yang "hanya" bonus.

jadi gimana, udah nemuin tim bola favoritnya ? atau udah nemuin pasangan hidupnya ?
koment ya :)