Saya selalu memahami kesepian sebagai
suatu waktu di mana di detik itu, saya tidak punya satu pun telinga atau
pegangan yang bisa saya percaya untuk berbagi kekhawatiran. Tidak peduli,
ketika itu saya tengah duduk di pingir jalan di tengah-malam bermain bersama
segerombolan teman, atau pun di saat saya tengah berada di bawah pesta kembang
api perayaan tahun baru. Sepi, senantiasa mampu terjadi.
Untuk orang seperti saya, yang punya
banyak sekali hal yang harus saya simpan dalam diam, bahkan sejak saat kecil
saya terbiasa melakukannya, terkadang saya menjadi begitu sulit untuk
menceritakan perihal luka-luka yang tengah saya rasakan kepada yang selain
Tuhan. Saya selalu tahu, bahwa ketika saya sedih, saya hanya perlu waktu untuk
membiarkan rasa menyakitkan itu memudar, tapi melewatinya, tak jarang
mengharuskan saya untuk bertemu dengan sepi. Walau sekejap, kesepian selalu mampu menelan hati
saya bulat-bulat. Dan perasaan itu, terasa begitu tidak baik. Jujur saja, saya
tidak pernah menyukainya. Lagi pula, siapa manusia yang bahagia berteman dengan
kesepian?
Saya bukan seorang pria pemurung, saya
selalu memilih terlihat baik-baik saja, itu persoalannya.
Kalau kamu juga adalah manusia yang setipe dengan saya, kamu harus ingat satu
hal; setelah
segala jenis luka dan kesepian yang berhasil dilewati, sesekali mencoba
meletakkan tanganmu di genggaman orang lain bukanlah hal yang memalukan. Belajar
mempercayakan sesuatu kepada orang lain bukanlah hal yang buruk. Jangan karena hidup kerap menuntutmu untuk selalu
lebih kuat dan lebih kuat, maka kamu tidak boleh tampak lemah barang sesekali
saja. Tentu saja menjadi lebih kuat dari kebanyakan orang itu baik, tapi
beda ceritanya kalau yang terjadi justru sok
kuat.
Beberapa orang, mungkin termasuk saya,
yang terbiasa menyimpan banyak hal sendirian, kerap membiarkan sepi terlalu
lama menetap, yang justru berpotensi membangun dinding-dinding lain di dalam
hati. Kalau dinding itu kamu biarkan terus berdiri, lapisannya akan semakin
tebal dan bahkan hingga di suatu ketika, sayang macam apa pun yang mencoba
masuk, tak mampu lagi menembusnya. Tentu saja itu bukanlah hal bijaksana untuk
diteruskan.
Temukanlah dia yang mampu membuatmu semakin menyayangi
dirimu sendiri, dan paham bahwa; memiliki kelemahan itu bukanlah dosa.
Saya pernah dikecewakan, dibohongi,
diharuskan menyimpan sesuatu yang menyakitkan seorang diri, karena apabila saya
bicara, hal itu akan membuat kesedihan bebas merentangkan
sayapnya ke hati-hati lain yang saya sayangi. Melukai lebih banyak hati, saya
tak ingin melakukannya. Dan itu semua membuat saya harus selalu berusaha sekuat
tenaga mengingatkan diri sendiri, bahwa saya tidak boleh jadi seseorang yang
terlalu takut untuk berjalan bersama genggaman seseorang lain. Tidak
semua genggaman akan menuntun saya ke arah yang akan membuat saya tersesat.
Tuhan selalu menyediakan mereka yang bersedia menuntun saya ke rumah yang lebih
baik.
Jujur saja, sejak saya kecil, saya punya banyak sekali
alasan untuk menjadi anak yang nakal, atau seseorang yang membenci Tuhan saya
sendiri. Tapi saya tidak pernah membiarkan hal seperti itu terjadi. Tidak akan
pernah. Saya sudah melihat kenakalan anak muda macam apa pun yang kamu bisa
lihat di berita-berita di televisi. Minum? Narkoba? Overdosis? Percobaan bunuh
diri? Well, yang seperti itu pernah terjadi di hadapan mata saya sendiri. Dan
isinya hanya kekosongan. Saya tidak pernah menganggap ini semua sebagai kemalangan,
Tuhan begitu baik pada saya. Dia menunjukkan dengan jelas mana yang salah dan
yang benar, walau melewatinya tidak mudah, setidaknya saya tidak perlu
melakukan hal bodoh macam itu. Dikecewakan dan tidak menerima penjelasan? Saya
juga sudah kenyang. Jadi kalau ada wanita yang pernah berpikir, berhasil
membuat saya patah hati. Percayalah, rasa sakit patah hati tidak ada apa-apanya
dibanding patah hidup. Tapi betapa pun hal itu pernah mengganggu saya, membuat
saya depresi dan jadi anak kecil yang aneh sewaktu saya kecil. Saya tidak
pernah mau membiarkan diri saya, menjadi seseorang yang tumbuh tanpa mampu
percaya pada siapa pun.
Namun satu yang saya pahami, manusia,
tidak dilahirkan untuk berdiri sendiri, walau dia punya sepasang kaki yang
membuatnya mampu berjalan. Berjalan sendirian di tengah bumi ini tidak akan
pernah memberimu cerita apa-apa. Hidup
hanya berjalan untuk berakhir. Itu sangat menyedihkan. Saya
tidak ingin mengalami yang demikian. Saya tidak akan pernah membiarkan diri
saya memilih hidup seperti itu.
Bersama, bukanlah soal kau tidak bisa
berdiri tegak bila mengandalkan kakimu sendiri. Tapi bersama adalah tentang
langkahmu yang tak kau biarkan berteman bayangannya saja, dan hanya berjalan
tanpa ganggaman siapa pun.
Bukankah akan sangat baik, ketika kamu berjalalan dan menoleh, lalu selalu
ada wajah yang setia memberikan senyumnya untukmu? :)
Memiliki kelemahan bukanlah dosa, pernah melewati hal buruk juga bukanlah cela, begitu pun memerlukan seseorang untuk berpegangan, bukanlah hal yang memalukan. Kelak, akan ada seseorang yang mampu membuatmu memahaminya.
Bahwa segala hal akan baik-baik saja, selama kalian bersama.
Memiliki kelemahan bukanlah dosa, pernah melewati hal buruk juga bukanlah cela, begitu pun memerlukan seseorang untuk berpegangan, bukanlah hal yang memalukan. Kelak, akan ada seseorang yang mampu membuatmu memahaminya.
Bahwa segala hal akan baik-baik saja, selama kalian bersama.