pagi itu saya sedang di pull bis puspa di kota bumi, saya ingin ke bandar lampung untuk suatu keperluan, ketika saya di pull bis puspa saya yang sedang duduk2 untuk menunggu bis penuh, sambil santai mendengarkan musik dari handphone saya. terdapat gerombolan anak kecil seusia anak SD yang penampilannya maaf agak kucel tidak terurus pagi itu mereka berlima sedang membawa karung besar yang berisi barang2 rongsokan mereka sedang mengorek-orek tempat sampah yang ada di pull bis ini.
saya yang tertarik dan agak heran kenapa jam2 sepagi ini mereka tidak sekolah, iseng saya menghampiri mereka untuk bertanya :
"kalian gak sekolah dek ?"
"gak kak 2 orang anak laki2 menjawab, sedangakan 3 lainnya menjawab mereka masuk siang karena mereka kelas 3 dan 4 SD."
lah kalian ngumpulin rongsokan ini tuk apa ?
jawaban mereka beragam ada yg untuk jajan sekolah, bantu orang tua, beli mainan dll.
setelah panjang lebar bercerita saya pun menanyakan cita cita mereka.
“Apa ni cita-cita kalian kalau sudah besar nanti?”
Semua menjawab dengan semangat.
Ajar, berkata mau jadi dokter
Sudirman mau “Jadi supir pesawat sudah”.
saya tersenyum mendengar jawaban sudirman, lalu membenarkan istilahnya.
“Maksudnya tu orang yang bawa pesawat terbang? Pilot tu namanya”
Nining, mau menjadi polwan atau polisi perempuwan (mendengar ini saya terkikik)
Suki dengan tingkah pecicilannya, juga menjawab ingin menjadi guru.
Namun, diantara keriuhan obrolan cita-cita ini, ada satu anak yang diam, nampak kebingungan, Rodi namanya. Dia siswa baru di kelas 4, saya pun bertanya ke dia tentang cita2nya
Saya jadi sopir bus aja ni kak. Bus yang ke Bandar lampung, biar nanti kalo kakak ke bandar lampung bisa naik bis saya”.
Lagi-lagi saya tersenyum mendengarnya.
Perkataan Rodi tentang cita-citanya sukses membuat saya merenung di dalam bis perjalanan menuju bandar lampung. Selama ini, selalu ada rasa senang di hati jika bertemu dengan anak-anak yang memiliki cita-cita yang tinggi, jadi dokter, tentara, profesor, dll. Sering juga saya lihat anak-anak diperkenalkan pada berbagai macam profesi agar mereka kelak terinspirasi dan mengikuti jejak salah satu profesi itu. Memang bagus, tujuannya agar anak giat belajar untuk mencapai cita-citanya. Tetapi salahkah jika anak seperti Rodi memiliki cita-cita sederhana menjadi supir bus?
Tadinya saya ingin berkata “Cari cita-cita lain yang lebih tinggi Rod”. Tetapi jika berkata seperti itu seakan-akan menjadi supir bus adalah pekerjaan yang remeh. Padahal tanpa supir bus saya tidak mungkin sampai di bandar lampung dan bertemu anak-anak juara ini. Perenungan di sepanjang perjalanan mengenai cita-cita ini membawa saya pada suatu kesimpulan. Kesimpulan yang didapat ketika hampir memasuki setengah pejalanan . saya kemudian berbisik pelan.
“Jadi apapun kamu di masa depan, jadilah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Tebarlah kebaikan dan jangan berhenti belajar. Itu sudah, nak”
heem hidup memang kadang sesederhana itu
saya yang tertarik dan agak heran kenapa jam2 sepagi ini mereka tidak sekolah, iseng saya menghampiri mereka untuk bertanya :
"kalian gak sekolah dek ?"
"gak kak 2 orang anak laki2 menjawab, sedangakan 3 lainnya menjawab mereka masuk siang karena mereka kelas 3 dan 4 SD."
lah kalian ngumpulin rongsokan ini tuk apa ?
jawaban mereka beragam ada yg untuk jajan sekolah, bantu orang tua, beli mainan dll.
setelah panjang lebar bercerita saya pun menanyakan cita cita mereka.
“Apa ni cita-cita kalian kalau sudah besar nanti?”
Semua menjawab dengan semangat.
Ajar, berkata mau jadi dokter
Sudirman mau “Jadi supir pesawat sudah”.
saya tersenyum mendengar jawaban sudirman, lalu membenarkan istilahnya.
“Maksudnya tu orang yang bawa pesawat terbang? Pilot tu namanya”
Nining, mau menjadi polwan atau polisi perempuwan (mendengar ini saya terkikik)
Suki dengan tingkah pecicilannya, juga menjawab ingin menjadi guru.
Namun, diantara keriuhan obrolan cita-cita ini, ada satu anak yang diam, nampak kebingungan, Rodi namanya. Dia siswa baru di kelas 4, saya pun bertanya ke dia tentang cita2nya
Saya jadi sopir bus aja ni kak. Bus yang ke Bandar lampung, biar nanti kalo kakak ke bandar lampung bisa naik bis saya”.
Lagi-lagi saya tersenyum mendengarnya.
Perkataan Rodi tentang cita-citanya sukses membuat saya merenung di dalam bis perjalanan menuju bandar lampung. Selama ini, selalu ada rasa senang di hati jika bertemu dengan anak-anak yang memiliki cita-cita yang tinggi, jadi dokter, tentara, profesor, dll. Sering juga saya lihat anak-anak diperkenalkan pada berbagai macam profesi agar mereka kelak terinspirasi dan mengikuti jejak salah satu profesi itu. Memang bagus, tujuannya agar anak giat belajar untuk mencapai cita-citanya. Tetapi salahkah jika anak seperti Rodi memiliki cita-cita sederhana menjadi supir bus?
Tadinya saya ingin berkata “Cari cita-cita lain yang lebih tinggi Rod”. Tetapi jika berkata seperti itu seakan-akan menjadi supir bus adalah pekerjaan yang remeh. Padahal tanpa supir bus saya tidak mungkin sampai di bandar lampung dan bertemu anak-anak juara ini. Perenungan di sepanjang perjalanan mengenai cita-cita ini membawa saya pada suatu kesimpulan. Kesimpulan yang didapat ketika hampir memasuki setengah pejalanan . saya kemudian berbisik pelan.
“Jadi apapun kamu di masa depan, jadilah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Tebarlah kebaikan dan jangan berhenti belajar. Itu sudah, nak”
heem hidup memang kadang sesederhana itu
keren tulisannya bang
BalasHapusmenggugah dam tulisanya, keren lu pak guru hihi
BalasHapusterharu bacanya bang, suka
BalasHapus